OPINI
oleh
Aloysia Vira Herawati
Dosen hukum tata negara,
Fakultas Hukum, Universitas
Surabaya (Ubaya).
ILUSTRASI: GUSTI-HARIAN DISWAY
OPINI
11 Kamis, 6 Februari 2025
Selengkapnya dapat juga diakses melalui link berikut https://epaper.hariandisway.com/books/ooue/#p=1
APA yang tebersit dalam benak kita saat melihat orang lanjut usia (lansia)? Bagaimana pandangan dan kepercayaan kita tentang orang lanjut usia? Tentang kehidupan personal mereka dan keberadaan mereka dalam keluarga, masyarakat, dan negara? Pemahaman umum tentang lanjut usia berkaitan dengan menurunnya kualitas fisik individu, baik secara eksternal maupun internal tubuh. Selain itu, dipercaya menurunnya kualitas psikologis individu karena bertambahnya usia. Kondisi tersebut berdampak pada lebih tingginya risiko terhadap dialaminya sakit dan pada akhirnya kematian. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan pemaknaan yang kurang lebih sama, paling tidak pada tingkat biologis. Yang menarik dari pemaknaan WHO adalah kondisi penurunan kualitas fisik dan psikologis itu tidak berlaku linier ataupun konsisten, dan hanya dapat secara longgar diasosiasikan dengan usia dalam jumlah tahun. Melampaui usia secara biologis, lanjut usia diasosiasikan dengan transisi pada bidang kehidupan lainnya. Misalnya, masa pensiun, relokasi ke tempat tinggal yang lebih sesuai, atau kematian sahabat dan sanak kerabat.
Mengapa isu mengenai orang lanjut usia penting untuk dibicarakan? WHO menuliskan beberapa fakta kunci terkait orang lanjut usia. Gerak pertambahan jumlah populasi orang lanjut usia menjadi jauh lebih cepat daripada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2020, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas akan mengalahkan penduduk berusia di bawah 5 tahun. Tahun 2050, akan ada sekitar 80 persen orang lanjut usia tinggal di negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah dan menengah. Tahun 2015– 2050, proporsi populasi usia di atas 60 tahun akan mengalami peningkatan dari 12 persen menjadi 22 persen. Melihat kondisi demikian, tentu saja tiap negara wajib memastikan bahwa sistem kesehatan dan sosial mereka Mengapresiasi Kontribusi Lansia bagi Masyarakat disiapkan untuk dapat menghadapi perubahan demografis itu. Apakah menjadi, atau paling tidak berangsur-angsur menjadi, mayoritas berbanding lurus dengan kualitas hidup (well-being) yang tinggi? Ternyata tidak juga. WHO memaparkan tentang sebuah kaji ulang (review) tahun 2017 atas 52 studi yang dilakukan di 28 negara. Kaji ulang tersebut menunjukkan bahwa 1 dari 6 orang (15,7 persen) berusia 60 tahun ke atas mengalami kekerasan dalam beragam bentuk.
Kekerasan psikologis merupakan bentuk kekerasan yang paling sering dilakukan, yaitu 77,5%, menyusul kekerasan fisik 26%, dan kekerasan finansial 20,6%. Lebih jauh, ditemukan pula kasus kekerasan seksual 3,5%. Terhadap orang lanjut usia berdampak kepada luka fisik yang serius, namun juga konsekuensi psikologis yang berkepanjangan. Tentang kekerasan seksual itu, data internasional tersebut sejalan dengan catatan tahunan 2024 Komnas Perempuan yang menyebutkan bahwa sepanjang 2022–2023, terdapat 191 kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan lanjut usia. Sebanyak 158 kasus terjadi di ranah personal, 30 kasus terjadi di ranah publik, dan 3 kasus terjadi di ranah negara. Kita baru bicara tentang aspek kesehatan, belum lagi menilik data tentang aspek sosial dan ekonomi.
Mengapa menjadi orang lanjut usia masih problematis? Bisa jadi karena seperangkat miskonsepsi yang diyakini sebagian besar masyarakat, yang kemudian berdampak kepada pola pengambilan kebijakan oleh negara. Pertama, karakteristik orang lanjut usia adalah homogen. Padahal, dapat terjadi bahwa orang berusia 80 tahun memiliki kapasitas fisik dan mental yang nyaris sama dengan kapasitas fisik dan mental orang berusia 20 tahun. Dokumen berikut ini dapatlah digunakan sebagai konsideran bahwa isu orang lanjut usi adalah riil dan mendesak. Pada 16 Desember 1991, majelis umum mengadopsi Resolusi 46/91 tentang Prinsip-Prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Orang Lanjut Usia. Dokumen itu menyebutkan beberapa kelompok prinsip kebebasan dasar (fundamental freedoms) bagi orang lanjut usia. Yaitu, kemandirian, partisipasi, perawatan, pengembangan diri, dan martabat. Prinsip-prinsip itu disahkan, dengan pertimbangan pertama dan terutama, bahwa orang lanjut usia adalah bagian dari umat manusia, yang memiliki hak-hak mendasar, martabat, dan nilai sebagai manusia; hak-hak mendasar mana yang setara dan tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan, di dalam bangsa yang besar maupun yang kecil. Kedua, terdapat situasi dan kondisi yang beragam dari orang lanjut usia, tidak hanya antarnegara, tetapi juga di dalam tiap-tiap negara dan antar tiap individu, yang semuanya membutuhkan respons dalam bentuk kebijakan yang beragam pula. Ketiga, terdapat peningkatan jumlah orang lanjut usia dan dalam kondisi kesehatan yang lebih baik; juga kemajuan sains dan teknologi yang mematahkan berbagai prasangka bahwa penurunan kualitas karena usia tidak dapat disangkal dan diputarbalikkan. Keempat, di dalam dunia dengan proporsi jumlah orang lanjut usia yang signifikan, haruslah disediakan kesempatan bagi orang lanjut usia yang mampu dan mau untuk berpartisipasi dan berkontribusi di dalam masyarakat. Kelima, tekanan dalam kehidupan keluarga di berbagai negara mensyaratkan diberikannya dukungan bagi mereka yang merawat orang lanjut usia yang lemah.
Bagaimana kita mengharapkan kondisi dan situasi yang lebih baik bagi orang lanjut usia? Tidak ada upaya yang sederhana. Namun, sebagai pedoman, dapat dipikirkan pola pembuatan kebijakan sebagai berikut. Pertama, pola pembuatan kebijakan haruslah dibentuk sedemikian rupa untuk memperbaiki kemampuan fungsional dari semua orang lanjut usia, apakah ia kuat, memiliki ketergantungan, atau di antaranya. Kedua, kebijakan harus dapat menghindari terciptanya ketidaksetaraan kesehatan yang mendasari keberagaman karakteristik orang lanjut usia. Ketiga, kebijakan haruslah menghindari dilanggengkannya stereotipe yang diskriminatif terhadap individu dan kelompok semata karena usia mereka. Keempat, melakukan investasi atas sistem perawatan jangka panjang untuk mengendalikan biaya kesehatan yang tidak perlu. Itu berarti memfasilitasi individu untuk memiliki umur panjang dan sehat.
Dengan demikian, negara juga mendapatkan manfaat dari populasi orang lanjut usia. Kelima, membangun sistem layanan yang terintegrasi dan berfokus pada peningkatan kapasitas instrinsik orang tua. Layanan demikian menciptakan hasil yang lebih baik, dan sesungguhnya tidak lebih mahal jika dibandingkan dengan layanan yang terbatas pada sakit penyakit tertentu. Keenam, menyediakan pelatihan dan dukungan yang memadai bagi mereka yang merawat orang lanjut usia. Karena tanggung jawab merawat itu harus dibagi antara pemerintah, keluarga, dan sektor lain untuk memastikan akses kepada perawatan berkualitas dan menghindari beban finansial baik bagi orang lanjut usia maupun bagi mereka yang merawat. Ketujuh, kebijakan haruslah mendorong peningkatan kemampuan orang lanjut usia untuk melakukan kegiatan yang membangun mereka agar mereka berkontribusi. Anggaran bagi orang lanjut usia harus dipandang sebagai investasi.