Sumber : HARIAN DISWAY edisi Jum’at 22 November 2024
dapat dibaca lebih lanjut melalui link HARIAN DISWAY DISINI
PEMBERITAAN tentang judi online (judol) beberapa waktu ini sangat menyita perhatian masyarakat. Judol ini melibatkan banyak pihak, sekaligus ada yang menjadi penghubung dengan institusi/kementerian (yang dulu bernama Kominfo dan sekarang menjadi Komdigi). Penangkapan juga sudah dilakukan kepada beberapa oknum di Komdigi yang berperan menjadi penjamin (pengaman/pelindung) agar situs tidak diblokir. Sebagai balas jasa, mereka membayar oknum kementerian komdigi. Ada pandangan oleh masyarakat bahwa perjudian ini lebih baik dibiarkan karena risiko dirasakan penjudi itu sendiri. Padahal hakikatnya, perjudian sangat merugikan masyarakat. Siapa Penjudi (Online) menurut UU ITE? Perjudian sebenarnya bukan masalah baru di masyarakat. Judi merupakan penyakit sosial. Perkembangan teknologi (internet) menjadi enabling factor and facilitating factor. Perkembangan teknologi memudahkan pelaku merancang dan melakukan tindak pidananya. Dengan bantuan dan fasilitas teknologi, perjudian yang konvensional berkembang menjadi tindak pidana perjudian yang lebih canggih. ILUSTRASI permainan judi online. Mengapa Judol Marak dan Harus Diberantas? oleh Dr. Go Lisanawati Dosen Laboratorium Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Surabaya HARIAN DISWAY BINCANG HUKUM Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU Informasi dan transaksi elektronik (ITE) menjadi dasar hukum terbaru untuk melihat bagaimana konstruksi judol. Ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE tidak dapat dilepaskan pula dari bagaimana penjelasan Pasal 27 ayat (2) tersebut melengkapi maknanya dan ketentuan pidananya sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3). Pelaku pada pandangan Pasal 27 ayat (2) ini bukan selalu penjudinya langsung, tetapi kepada orang-orang yang dengan sengaja dan tanpa disertai hak untuk mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya IE dan/atau DE yang bermuatan perjudian. Hal penting pada perubahan yang dilakukan dalam UU No. 1 Tahun 2024 ini adalah adanya pernyataan expressis verbis bahwa ketentuan perjudian dalam hal menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi, menjadikannya sebagai mata pencaharian, menawarkan atau memberikan kesempatan kepada umum untuk bermain judi, dan turut serta dalam perusahaan untuk itu. Dengan demikian, norma UU ITE juga menghukum mereka yang menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi. Bahkan yang menjadikan perjudian sebagai mata pencahariannya, serta yang turut serta dalam perusahaan untuk perjudian. Norma baru ini juga dapat menjangkau seluruh pihak yang terlibat dalam lingkaran judol. Entah penghubung, pemilik situs, agen, operator, penjudi, yang mengiklankan, maupun mereka yang menjadi pelindung (pengaman). Pada konteks inilah dipahami bahwa judol tidak sederhana. Tetapi melibatkan pihak dari dalam maupun luar negeri, yang dapat berbentuk jaringan terorganisir. IP Address juga dapat datang dari berbagai negara. Mengapa Banyak Mafia dan Kenapa Harus Diberantas? Faktanya, judol yang terungkap melibatkan pihak-pihak yang seharusnya memahami perannya sebagai pihak yang diberi tugas utama oleh undang-undang menjadi garda terdepan bersama dengan penegak hukum. Untuk melindungi masyarakat dari judol. Sayangnya, iming-iming keuntungan yang besar ataupun kekurangpahaman makna integritas, malah menempatkan muncul muncul sebagai pelindung atau pengaman untuk judol. Pemahaman ini menghadirkan mafia yang menyebabkan sulitnya judol ini diberantas. Judol ini membentuk jaringan teroganisir, bekerjanya secara rapi karena tidak mudah dilacak, menggunakan VPN atau Proxy. Yang terpenting adalah dengan dilibatkannya oknum-oknum pegawai dari Komdigi tersebut yang bertindak sebagai pengaman sehingga situs yang seharusnya diblokir bisa tetap beroperasi dengan kompensasi setoran-setoran. Judol tentu saja illegal karena di dalam pelaksanaannya sangat memudahkan terjadinya kecurangankecurangan dan merugikan mereka yang terjerat di dalamnya. Selain itu, keuntungan cepat yang dijanjikan dari berjudi hanya menjadi jerat bagi orang untuk kecanduan dan terus bermain judi. Dalam hal inilah perbuatan ini harus dilarang. Kecurangan yang dirancang tentu hanya menguntungkan bandar, pengelola, dan pemilik situs, dan agen. Sekaligus untuk mereka yang berperan sebagai pengaman atau pelindung. Judol secara nyata telah berkembang menjadi media untuk orang melakukan pencucian uang maupun menimbulkan ancaman berupa munculnya tindak pidana lain. Ketentuan pidana dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITE harus diterapkan. Setidak-tidaknya melalui mekanisme pertanggungjawaban pidana, pelaku harus dapat dihukum. Ketentuan pidana ini juga harus diikuti dengan upaya memutus mata rantai pencucian uang yang disinyalir dilakukan dalam judol yang terungkap. Sehingga negara dapat terlindungi, maupun tindak pidana yang mengikuti. Negara harus memberikan perlindungan kepada masyarakat secara keseluruhan. Apa yang harus dilakukan? Judol harus dilawan bersama oleh seluruh masyarakat. Menjadi kaya tidak dilarang. Tetapi harus dilakukan dengan cara yang benar dan tidak melawan hukum. Bagaimana mungkin tanpa bekerja, kita dapat uang? Bekerja juga harus halal. Masyarakat harus bersama-sama melaporkan apabila menemukan adanya perbuatan judol. Masyarakat yang mendapati ajakan, iming-iming, atau iklan untuk ikut berjudi dengan disertai keuntungan yang tidak wajar dengan cara yang tidak wajar, dapat melaporkan kepada pihak berwajib. Atau jalur pengaduan yang telah disediakan negara dan perangkat penegak hukumnya. Judol tidak boleh dinormalisir, tetapi harus dilawan oleh seluruh komponen masyarakat. (*)